Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Semester III
Dosen Pengampu: Ommon., M.Pd.I
Di buat oleh :
Yuliana
Marfungatun Nikmah H.
1710415
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang
dengan nikmat-Nya dapat menyelesaikan pemberian
tugas ini. Shalawat serta salam senantiasa terhatur kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta,
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, serta kepada orang-orang yang senantiasa berjalan di jalannya dan
berpegang pada petunjuknya hingga hari Kiamat.
Penyajian dalam makalah ini kami
tampilkan dalam bentuk yang mudah dipahami serta menjelaskan uraian
singkat mengenai Filsafat Pendidikan dan Empat Pilar Pendidikan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ommon, M.Pd. selaku Dosen pembimbing yang memberikan masukan
nasehat dan saran serta teman-teman yang bersedia menyediakan waktu, tenaga,
pikiran dan kerjasamanya dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.Aamiin.
Kami
menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasa dan tersedianya referensi atau sumber dari berbagai buku dan media
sangat membantu kami dalam menyajikan makalah yang sesuai. Oleh karena itu
kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran demi kebaikan bersama
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi atau revisi dari makalah ini. Akhir kata, tidak ada karya manusia yang
sempurna selain dari karya-Nya. Demikian pula dengan makalah ini, masih jauh
dari apa yang kita harapkan bersama. Untuk itu kepada dosen pembimbing saya
minta masukan demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang.
Bogor, Februari
2019
Yuliana Marfungatun Nikmah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
B. Definisi
Empat Pilar Pendidikan (UNESCO)
C. Pendidikan
Islam
D. Integrasi
Empat Pilar (UNESCO) dan Tiga Pilar dalam Pendidikan Islam
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat Pendidikan adalah
pengetahuan yang menyelidiki pelaksanaan Pendidikan yang berkaitan dengan tujuan,
latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu Pendidikan yang berhubungan
dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.
Filsafat merupakan acuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan., disadari atau tidak, nampaknya dapat
mempengaruhi situasi dan kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini, kita
menumpukan seluruh harapan kepada pendidikan, karena sadar bahwa hanya melalui
pendidikan kita dapat memperbaiki hidup. Memang seharusnya demikian, tetapi
mengapa kehidupan bangsa ini tidak juga mengalami perbaikan setelah lebih dari
60 tahun merayakan kemerdekaannya. Mengapa pendidikan yang kita selenggarakan
selama rentang waktu itu, dengan biaya yang tentu saja tidak sedikit, belum
juga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa., dengan keadaan ini
menggabarkan ada masalah dengan pendidikan kita; itulah jawabannya. Sistem
pendidikan kita terbukti belum berhasil mengeluarkan bangsa ini dari berbagai permasalahan hidup yang
mengimpitnya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Filsafat Pendidikan
2. Definisi Empat Pilar Pendidikan dan
Macam-macamnya
3. Tiga Pilar dalam Pendidikan Islam
4. Hubungan Empat Pilar Pendidikan dan
Tiga Pilar Pendidikan
C. Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan mengenai Cabang-Cabang Ilmu itu sendiri, semester II. Setelah
belajar mata kuliah ini diharapkan agar para mahasiswa lebih memahami secara
mendalam tentang Filsafat Pendidikan , serta memantapkan dan
menambah wawasan pengetahuan Empat Pilar Pendidikan (UNESCO).
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Mengapa
filsafat itu penting untuk anak-anak? Anak-anak, menurut Maughn Gregory
(Stiftung, 2007: 35-36), pada dasarnya, adalah filsuf alamiah. Artinya, mereka
selalu menjadi seorang filsuf yang mempertanyakan segala sesuatu, termasuk
hal-hal yang sudah jelas bagi orang dewasa. Seringkali, anak-anak menanyakan
pertanyaan yang mengandung unsur politis, metafisis bahkan etis. Jawaban atas
pertanyaan tersebut membutuhkan pemahaman tentang sejarah, politik dan
metafisika yang cukup dalam. Anak-anak sudah memiliki semacam intuisi filosofis
yang sudah ada secara alamiah di dalam dirinya. Berbagai penelitian, seperti
dikutip oleh Gregory, menyatakan, bahwa pemahaman dan gaya berpikir filsafat yang
diberikan sejak usia dini dapat meningkatkan kemampuan berbahasa (linguistik),
kemampuan berhubungan dengan orang lain (sosial), kemampuan untuk berhadapan
dengan kegagalan (psikologis), dan kemampuan untuk berpikir terbuka anak
(ilmiah), sehingga ia bisa menerima pelajaran dari luar dengan lebih cepat dan
mendalam. Dengan keempat kemampuan ini, anak pun bisa mengungkapkan perasaan
dan pikirannya kepada orang lain dengan lancar. Di Jerman, program
"anak-anak berfilsafat" (Kinder Philosophieren) sudah dimulai sejak
dekade 1960-an. Metode yang digunakan sebenarnya cukup sederhana, yakni:
pertama, perumusan pertanyaan yang dibuat bersama-sama dengan anak; kedua,
berdiskusi bersama anak; ketiga, guna menjawab pertanyaan ini, melihat beberapa
kemungkinan jawaban yang bersifat terbuka dan, keempat, mencoba menggali
pertanyaan lebih jauh dari jawaban yang telah ada Pendidikan adalah upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi peserta didik baik potensi fisik, pontesi
intelektual, potensi emosional, dan potensi spiritual untuk direalisasikan
dalam dunia nyata.
Gambaran ini menunjukkan bahwa dalam berpikir,
manusia terlihat dari aspek kemanusiaannya jika dia memikirkan kemajuannya.,
dan kemajuan kemajuan inilah salah satu isyarat bahwa dalam proses berpikir manusia
senangtiasa berupaya berbenah diri untuk hari esok lebih baik dari hari ini,
demikian pula pendidikan., pendidikan tidak akan selangkah lebih maju jika
hanya diterima apa adanya, namun perlu adanya perbaikan dalam bentuk suatu
upaya untuk proses berpikir secara mendalam. Oleh karenanya dengan memahami
filsafat dengan baik maka orang akan dapat mengembangkan secara konsisten
ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari. Filsafat mengkaji dan memikirkan tentang
hakikat segala sesuatu secara menyeluruh, sistematis, terpadu, universal dan
radikal yang hasilnya menjadi pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan. Oleh karenanya yang
membantu filsafat pendidikan terlaksanan dengan baik, maka terdapat beberapa
teori yang menjadi acuan dalam menopang terselenggaranya pendidikan yang
maksimal.
Teori dimaksud menurut Prof. HM.Arifin, M.Ed,
yaitu: 1. Etika atau teori tentang Nilai 2. Teori ilmu pengetahuan atau
Epistimologi dan 3. Teori tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan
yang disebut Metafisika. 4. Permasalahan yaang diidentifikasikan dalam ketiga
disiplin ilmu ini menjadi materi yang dibahas di dalam filsafat Pendidikan.
Masyarakat zaman modern saat ini telah meyakini tentang eksistensi pendidikan
dari yang sifatnya unum sampai kepada yang khusus. Keyakinan ini makin hari
diperkuat dengan berkembangnya metode pengukuran dan cara analisa yang dapat
dipecaya untuk menghasilkan data yang dipercaya pula. Dengan bahasa ilmiah
lazim dikatakan “Apa yang ada itu dapat dihayati karena dapat diukur”.[1]
Argumen ini menunjukkan bahwa berpikir kritis
pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini
merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu
yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Filsafat merupakan acuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan., disadari atau tidak, nampaknya dapat mempengaruhi situasi dan
kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini, kita menumpukan seluruh harapan
kepada pendidikan, karena sadar bahwa hanya melalui pendidikan kita dapat
memperbaiki hidup. Memang seharusnya demikian, tetapi mengapa kehidupan bangsa
ini tidak juga mengalami perbaikan setelah lebih dari 60 tahun merayakan
kemerdekaannya. Mengapa pendidikan yang kita selenggarakan selama rentang waktu
itu, dengan biaya yang tentu saja tidak sedikit, belum juga mampu mengangkat
harkat dan martabat bangsa., dengan keadaan ini menggabarkan ada masalah dengan
pendidikan kita; itulah jawabannya. Sistem pendidikan kita terbukti belum
berhasil mengeluarkan bangsa ini dari
berbagai permasalahan hidup yang mengimpitnya[2].
Dari keterangan ini terlihat jelas dan lebih
terfokus terhadap sistem pendidikan yang belum maksimal rumusannya, sehingga
hampir setiap ada pergantian pucuk pimpinan negara, pemikiran rumusan kurikulum
juga mengalami perobahan. Perubahan demi perubahan terus berlanjut yang arahnya
belum tuntas konsep satu dalam penerapannya untuk diimplementasikan maksimal,
muncul lagi konsep baru yang terjadi lagi pergantian nama yang sampai saat ini
dikenal kurikulum 2013. Artinya lain pimpinan lain pula konsepnya., dan
disitulah peranan Filsafat untuk terus menerus melihat aspek aspek yang kurang
untuk disempurnakan. Untuk mencapai suatu kesempurnaan dalam beraktivitas
sesuatu yang sangat sulit kita lakukan, namun jika sekiranya para pemimpin
ingin ikhlas dan menjabarkan segenap programnya untuk kemajuan pendidikan,
dapat dipastikan bahwa bangsa ini akan maju selangkah dengan situasi pendidikan
bangsa lain.
B. Definisi Empat Pilar Pendidikan (UNESCO)
Fenomena pendidikan yang sering kita lihat baik
melalui media elektronik maupun media cetak, merupakan dampak dari diabaikannya
pondasi-pondasi pendidikan. Sehingga sampai dengan sekarang Sumber Daya Manusia
di negara kita sendiri belum bisa dikategorikan berkualitas. Masalah demi
masalah yang timbul membuat para orang tua khawatir dengan hasil akhir
pendidikan. Salah satu pondasi yang digagas oleh UNESCO yang sering kita sebut
sebagai empat pilar pendidikan, kemudian dalam pendidikan Islam juga mengenal
ada istilah tiga pilar pendidikan yaitu pendidikan tauhid, pendidikan akhlak,
dan pendidikan ibadah. Menyikapi hal itu, kita perlu mengetahui, mempelajari,
memahami, dan menerapkan pondasi pembelajaran yang termuat dalam empat pilar
pendidikan dan tiga pilar pendidikan Islam. Diharapkan dengan adanya empat
pilar pendidikan yang diintegrasikan dengan tiga pilar pendidikan Islam
tersebut dapat menjawab semua problematika pendidikan yang ada di negara kita.
Serta dapat mewujudkan peserta didik yang dapat berkarya, mandiri,
bersosialisasi baik dengan masyarakat. Jika ke pilar-pilar pendidikan tersebut
dapat diterapkan dengan baik tidak hanya pendidikan di Indonesia yang
berkembang namun itu dapat membekali peserta didik untuk hidup di masyarakat
dengan berbagai etnis, ras, suku, dan agama. Dalam upaya meningkatkan kualitas
suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan. Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific
and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan
budaya mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2)
learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Keempat
pilar tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di
Indonesia. Adapun empat pilar tersebut adalah sebagai berikut:
a.
learning to know Pilar
pertama ini memeliki arti bahwa para
peserta didik dianjurkan untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan
sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman. Hal ini akan dapat memicu
munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik meningkat. Learning
to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah pengetahuan, karena
didalam learning to know terdapat learning how to learn, artinya peserta didik
belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adlah proses
belajar. Hal ini sesuai pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 128)
yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut
Purwanto (2004: 44), belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi
dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Dari dua
pendapat diatas menunjukkan bahwa belajar bukan saja berasal dari bangku
sekolahan saja tetapi belajar dapat terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan
dinilai dari segi proses, bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan,
bukan apa yang diperoleh anak tersebut. Learning to know juga mengajarkan
tentang live long of education atau yang disebut dengan belajar sepanjang
hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long life education) adalah bahwa
pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap
berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008: 4). Hal ini menegaskan bahwa
pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan
lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di
dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan
sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan
dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.
b.
learning to do
Pilar kedua menekankan pentingnya
interaksi dan bertindak. “di sini para peserta didik diajak untuk ikut serta
dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya melalui sebuah tindakan
nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang didapat, bekerja sama dalam sebuah
tim guna untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi dan kondisi. Learning
to do berkaitan dengan kemampuan hard
skill dan soft skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan
dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian
terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas,
tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman.
Peserta didik sebagai hasil dari
produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard
skill. Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard
skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
keterampilan teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan
kemampuan hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan
/apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak
disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin, maka untuk memahami dan
mengerti tentang disiplin itu, anak harus belajar untuk melakukan sikap
disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak menjadi
tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.
Selanjutnya adalah soft skill,
artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft skill merupakan istilah
yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial, kemampuan berbahasa dan
pengoptimalan derajat seseorang. Jadi yang dimaksud dengan kemampuan soft skill
adalah kepribadian dari masing-masing individu. Soft skill tidak diajarkan
tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap tanggung jawab, disiplin,
dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh tersebut, anak akan mencoba untuk
menirukan apa yang dilihat. Hal itu merupakan bagian dari menumbuhkan kemampuan
soft skill.
c.
learning to be
Pilar ketiga artinya bahwa
pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri
dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan citacitakan. Penguasaan
pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill) merupakan bagian dari
proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar
untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses
pencapaian aktualisasi diri. Learning to
be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak
serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan
jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya
bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk
arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan
untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal.
Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi
lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
d.
learning to live together
Pilar terakhir artinya menanamkan
kesadaran kepada para peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari kelompok
masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup bersama. Dengan makin beragamnya
etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap untuk dapat hidup bersama. Pada
pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi
dan menerima perlu dikembangkan disekolah.
Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta
didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bekal
untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan
sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang
peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu,
pembelajaran di lembaga formal dan non formal harus diarahkan pada peningkatan
kualitas dan kemampuan intelektual dan profesional serta sikap dalam hal ini
adalah kemampuan hard skill dan soft skill. Dengan kemampuan dan sikap manusia
Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
C. Pendidikan Islam
Sebelum lebih
jauh memahami tentang pendidikan Islam, terlebih dahulu kita harus memahami
arti pendidkan Islam secara mendasar. Pendidikan Islam terdiri dari dua kata
yaitu pendidikan dan Islam. Pendidikan berasal dari bahasa inggris “education”.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas, No.20 tahun 2003,bab 1,
pasal 1 ayat 1). Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik yaitu
ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai educare, yaitu
mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa
sejak lahir. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erzichung yakni
membangkitkan atau mengaktifkan potensi anak yang terpendam. Dalam bahasa Jawa
pendidikan berarti penggulawentah (pengolahan), mengubah, kejiwaan, mematangkan
perasaan, pikiran dan watak,
mengubah kepribadian anak.
Sedangkan menurut Herbart, pendidikan merupakan pembentukan peserta
didik kepada yang diinginkan pendidik
yang diistilahkan dengan Educere (Indra Kusuma dan Amin Daien, 1991: 30).
Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budipekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Abdul mujib dan
Jusuf Mudzakkir, 2006: 12). Sedangkan kata Islam secara arti bahasa, asal kata
Islam dari aslama yang berakar dari kata salama, ini termasuk dalam bentuk
mashdar (infinitif) dari kata aslama
(http://ilmuagama.net/pengertian-agama-Islam/, diakses tanggal 24 Februari
2016). Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna
dan komprehensif dibandingkan agama-agama yang lainnya yang pernah diturunkan
Tuhan sebelumnya. Islam adalah agama yang universal dan menyeluruh dimana
mengajarkan kepada seluruh umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik
duniawi maupun ukhrawi. Salah satunya adalah mewajibkan kepada umatnya untuk
melaksanakan pendidikan.
Jadi jika pendidikan dan Islam
digabungkan menjadi pendidikan Islam, maka dapat diartikan sebagai usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan nuansa belajar yang sesuai dengan kaidah kaidah
dalam Islam. dalam konteks historik-sosiologik pendidikan Islam dimaknai sebagai pendidikan/pengajaran
keagamaan atau keIslaman ( al-tarbiyah al-diniyah, ta’lim al-din, al-ta’lim
al-dini, dan al-ta’lim al-Islami) dalam rangka tarbiyah al-muslimin ( mendidik
orang-orang Islam), untuk melengkapi dan /atau membedakannya dengan pendidikan
sekuler (nonkeagamaan/nonkeIslaman) (Muhaimin, 2002: 38).
Pendapat lain tentang pendidikan Islam
menurut Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan
Islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas
asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
(Asy-Syaibany, 1979: 399) Pengertian pendidikan Islam tersebut lebih
memfokuskan kepada perubahan sikap dan tingkah laku manusia yang disebut
sebagai pendidikan etika.
Al Quran sendiri banyak
menjelaskan tentang pendidikan Islam seperti di surat Al Lukman ayat 12-15 yang
artinya: “Dan sungguh, telah Kami Berikan hikmah kepada Luqman, yaitu,
“Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami Perintahkan kepada manusia
(agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku
kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka
akan Aku Beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa pendidikan Islam yang paling
ditekankan adalah pendidikan yang dilakukan dari orang tua, karena pendidikan
dari orang tua merupakan pendidikan yang paling pertama didapatkan oleh seorang
anak sebelum mendapatkan pendidikan dari luar seperti sekolah atau madrasah.
Dan ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa orang tua melarang kita untuk
berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. disamping itu surat
tersebut secara terangterangan menjelaskan kepada kita tentang prinsip-prinsip
dasar dari materi pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah,
sosial, dan ilmu pengetahuan yang nantinya akan menjadi bekal bagi anak
tersebut.
D. Inte grasi Empat Pilar (UNESCO) dan Tiga Pilar dalam Pendidikan Islam
Empat pilar pendidikan yang telah digagas oleh UNESCO sangat
berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan tujuan pendidikan di
indonesia. Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk
pribadi yang berakhlakul karimah dan pribadi yang tangguh di era globalisasi ini yang penuh dengan godaan dan
tantangan. Didalam pendidikan Islam harus memberikan bekal yang cukup dalam
menanamkan nlai – nilai moral, penanaman nilai, pembentukan karakter,
pengembngan bakat yang seimbang dengan tuntutan zaman. sejatinya empat pilar
pendidikan yang di canangkan UNESCO sangat berkaitan dengan tiga pilar utama
pendidikan Islam yaitu pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan pendidikan
ibadah. Kaitan antara kedua pilar tersebut terletak pada isi kandungan dan
makna dari setiap poin pilar dan juga peran dari pendidikan itu sendiri dalam
menerapkan masing-masing pilar pendidikan. Maka dari itu konsep empat pilar
pendidikan juga merupakan bagian dari tiga pilar pendidikan Islam. adapun
penjelasanna sebagai berikut:
a. Pilar Pertama
Pendidikan Tauhid Pendidikan merupakan satu hal
yang wajib diajarkan bagi anak, terutama dalam hal pendidikan agama. Orangtua
harus menanamkan dan mengenalkan pertama kali dengan Sang Maha Pencipta yaitu
Allah SWT sebagai, hal ini dimaksudkan agar tumbuh rasa cinta dan rasa keimanan
kepada Allah SWT. Hal ini telah di jelaskan oleh Allah melalui firmannya dalam
surat dalam Al-Quran yang Allah kisahkan melalui nasehat Luqman kepada anaknya,
yang artinya:
“Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (QS: Luqman: 13)
Pilar
pertama ini mengajarkan tentang arti pentingnya mengenal tuhannya. Sebagai
seorang muslim yang beragama mengerti dan mengenal tuhannya adalah hal yang
penting, bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, memberikan
kita udara yang setiap hari kita hirup untuk bernafas, dan lain sebagainya, itu
semua agar menambah rasa syukur kita atas apa yang telah diciptakan oleh Allah
SWT, maka secara tidak langsung kita juga melakukan proses belajar (learning to
know). Belajar melalui penciptaan Allah merupakan bagia dari learning to know,
seperti yang telah difirmankan Allah SWT melalui surat Al Alaq ayat 1-5 dimana
pada ayat pertama langsung menegaskan dengan kata “bacalah”. Hal ini mengandung
maksud bahwa memerintahkan manusia agar memilki keimanan, seperti yang
dijelaskan oleh Baiquni yang dikutip oleh Basran dalam
https://penungguhkhilafah.wordpress.com yaitu berupa keyakinan terhadap adanya
kekuasaan dan kehendak Allah SWT, juga mengandung pesan ontologis tentang
sumber ilmu pengetahuan.
Pada
ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad Saw agar membaca. Sedangkan yang
dibaca itu objeknya bermacam-macam. Yaitu ada yang berupa ayat-ayat Allah yang
tertulis sebagaimana surah Al-Alaq itu sendiri, dan dapat pula ayat-ayat Allah
yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagad raya dengan segala
hukum kausalitas yang ada di dalamnya, dan pada diri manusia. Berbagai ayat
tersebut jika dibaca dalam arti ditelaah, diobservasi, diidentifikasi,
dikategorisasi, dibandingkan, dianalisa dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan. Jadi dari beberapa penjelasan diatas menjelaskan bahwa pilar
pendidikan Islam yaitu pendidikan tauhid ber integrasi dengan pilar pendidikan
dari UNESCO yaitu lerning to know.
b. Pilar Kedua
Pendidikan Akhlak Pilar pendidikan akhlak sangat
penting dalam kehidupan manusia, dalam pendidikan akhlak banyak mengajarkan
kepada kita tentang budi pekerti, moral, etika, kepribadian, dan lain
sebagainya. Pendidikan akhlak dapat membentuk dan membangun karakter anak.
Rasulullah SAW bersabda “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan
(pada hari kiamat) dari akhlak yang baik”. (HR. Abu Dawud). Pendidikan akhlak
telah menjadi fokus utama dalam ajaran Islam dan menjadi salah satu misi
diutusnya Muhammad Rasulullah SAW di bumi. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bazzar). Akhlakul
karimah berasal dari dua kata yakni akhlak dan karimah. akhlak berarti budi
pekerti, tingkah laku, perangai, sedangkan karimah berarti kemuliaan,
kedermawanan, murah hati, dermawan (Pius A. Partanto, dan M. Dahlan Al Barry,
1994: 4).
Akhlak
juga dikenal dengan istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin
mores yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan etika adalah sebuah tatanan
perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu. Moral
dikaitkan dengan ajaran baik dan buruk yang diterima oleh manusia, karena itu
adat istiadat yang ada di masyarakat menjadi standar/ukuran dalam menentukan
apakah termasuk perbuatan yang baik dan buruk. Hal ini sejalan dengan salah
satu 4 pilar pendidikan dari UNESCO yaitu learning to be dan learning to live
together. Artinya manusia daam kehidupan bermasyarakat harus berperilaku yang
sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Leraning to be mengajarkan kepada kita
agar kita menjadi pribadi yang baik, pribadi yang sesuai dengan tujuan hidup
kita, yaitu berprilaku yang baik dan berakhlakul karimah. Sedangkan learning to
live together mengajarkan kita bahwa didunia ini atau dalam arti yang lebih
kecil masyarakat kita tidak bisa hidup sendiri, karena sesungguhnya kita adalah
makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dan saling tolong menolong.
c. Pilar Ketiga
Pendidikan Ibadah Ibadah merupakan kewajiban yang
harus dilakukan oleh setiap kaum muslim diseluruh dunia, karena ibadah
merupakan serangkaian kegiatan yang sangat penting karena bentuk hubungan
antara manusia dengan tuhannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
(QS:Adz-Dzariyat : 56)
Di
dalam pilar ketiga ini mengandung makna dari learning to do, artinya
serangkaian ibadah yang telah kita lakukan merupakan bentukan dari serangkaian
ilmu yang telah kita peroleh. Dalam pendidikan Islam sangat menekankan kepada
serangkaian proses bukan hasilnya, pengajaran tentang ibadah memberikan kita
pengertian bahwa sangat perlu melakukan pendekatan dengan Tuhan maupun pada
sesama manusia. Didalam learning to do dan pendidikan ibadah juga menekankan
pada kemampuan hard skill dan soft skill, dimana menekankan pada aspek
kemampuan fisik dan potensi yang ada di dalam diri. Integrasi ketiga pilar
pendidikan Islam dan empat pilar pendidikan UNESCO di atas merupakan mata
rantai pendidikan Islam yang tidak bisa dipisahkan dalam pelaksanaanya di
kehidupan manusia. Integrasi keduanya saling melengkapi sehingga menjadi rangkaian
pendidikan Islam yang utuh dan sempurna.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Pendidikan adalah pengetahuan yang
menyelidiki pelaksanaan Pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar
belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu Pendidikan yang berhubungan dengan
analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui
lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya
mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning
to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Keempat pilar
tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- · Ahmadi dan Widodo Supriyono, Abu. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
- · Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
- · Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
- · UU Sisdiknas, No.20 tahun 2003,bab 1, pasal 1 ayat 1
- · Indra Kusuma, Amin Daien. 1991. PengantarIlmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
- · Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu pendidikan Islam; telaah atas kerangkan konseptual pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
- · Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya.
- · https://penungguhkhilafah.wordpress.com, diakses tanggal 27 Februari 2016
- · Partanto, dan M. Dahlan Al Barry, Pius. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.