MAKALAH IJTIHAD
(
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Islamiyah )
Dosen
Pengampu : Zahra Khusnul L., M.Pd
Disusun
Oleh :
KELOMPOK 5
Hanna Anggawie
Indri Yuliandini
Pitaria Devi Putri
Sijabat
Tiara Frizi Pasambuna
Semester 1
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
DJUANDA
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
judul “IJTIHAD” adapun tujuan dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Aqidah Islamiyah”.
Dalam
penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa, makalah ini tidak akan selesai
dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari
dosen pengampu mata kuliah “Aqidah Islamiyah” Ibu Zahra Khusnul L., M.Pd.
penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki maka penyusun meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua didalam dunia
pendidikan. Dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh anak
didik.
Bogor,
Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................................................4
1.2
Rumusan
Masalah...........................................................................................5
1.3
Tujuan.............................................................................................................5
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tentang
Ijtihad......................................................................................6
2.2
Kedudukan Ijtihad...........................................................................................7
2.3
Tingkatan-tingkatan
ijtihad...............................................................................7
2.4
Metode Ijtihad...................................................................................................9
BAB
III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan............................................................................................................11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut
umat Islam untuk membuka cakrawala berpikir sehingga tidak tertinggal jauh dari
yang lain. Dalam hukum Islam nalar atau ra’yu merupakan sumber hukum pelengkap.
Kalau sekedar mengandalkan al-turats al-islamiy dengan
paradigma konvensional, tentu banyak fenomena kontemporer yang jatuh pada
masalah mauquf (dipending) karena belum ada nash yang meresponnya. Kalau itu
yang terjadi, suara hukum Islam tidak akan didengar
lagi oleh gelombang modernisasi yang
sudah sangat maju.
Dalam konteks ini, sudah saatnya umat Islam
mengoptimalkan seluruh daya pikirannya untuk dinamisasi, reaktualisasi dan
refungsionalisasi hukum Islam agar formulasi hukum Islam relevan dengan kondisi kekinian yang selalu berubah setiap saat.
Untuk merespon semua itu diperlukan ijtihad dari orang-orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dalam menanggapi berbagai problematika kekinian.
Usaha untuk tetap menjaga eksistensi syariat Islam dan
terlepas dari belenggu kekakuan dan ketertinggalan zaman, maka ijtihad
satu-satunya jalan yang harus dilakukan secara maksimal. Dengan ijtihad,
reaktualisasi nilai-nilai syariat Islam tetap aktual dan dapat dipertahankan dalam kehidupan praktis.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian ijtihad, kedudukan ijtihad, metode ijtihad. Dalam mencapai
hukum Islam yang selaras dengan perkembangan inilah para ulama ushul fiqih
mengembangkan berbagai metode. Untuk mencapai tujuan hukum Islam yaitu mewujudkan maslahat dan
menghindarkan mafsadat.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1.
Apa yang dimaksud
dengan Ijtihad?
2.
Bagaimana kedudukan dan fungsi
Ijtihad?
3.
Apa saja metode Ijtihad?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dalam
pembuatan pada makalah ini, yaitu :
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan Ijtihad
2.
Mengetahui kedudukan dan fungsi Ijtihad
3.
Mengetahui metode
– metode Ijtihad
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tentang Ijtihad
Ijtihad dalam bahasa Arab berasal dari kata jahada yang
artinya bersunggung-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha.
Dilihat dari segi kebahasaan kata ijtihad berarti
mengerahkan segala kemampuan untuk mewujudkan sesuatu. Maka jika disederhanakan ijtihad bermakna kerja keras dan bersungguh-sungguh. Dengan demikian setiap pekerjaan yang
dilakukan dengan maksimal serta mengerahkan segenap kemampuan yang ada
dinamakan ijtihad dan pelakunya dinamai Mujtahid.
Kemudian kata tersebut digunakan
sebagai salah satu istilah dalam kajian ushul fiqh yang bermakna berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang tidak ada
ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Syarat-syarat berijtihad :
a.
Orang islam, dewasa, sehat akalnya serta memiliki kecerdasan.
b.
Memahami ulumul Qur’an, Hadits dan Ushul Fikih.
c.
Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya.
d.
Memahami masalah ijma atau pendapat ulama terdahulu.
e.
Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan yang tidak ada dalil qath’inya
dalam Al-Qur’an atau Hadits.
2.2 Kedudukan, Lapangan dan Fungsi.
Masalah-masalah yang menjadi lapangan ijtihad
adalah masalah yang bersifat Zhanny yakni hal-hal yang belum jelas
dalilnya baik di dalam Al-qur’an maupun Hadist. Adapun hal-hal yang bersifat Qat’iy, yakni hal-hal yang telah tegas dalilnya seperti wajibnya Shalat, Zakat, Puasa dan lain-lain tidak ada ijtihad padanya. Adapun fungsi-fungsi ijtihad :
1.
Ijtihad merupakan sumber hukum islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan
Hadits.
2.
Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang
muncul dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits.
3.
Ijtihad merupakan salah satu cara yang disyari’atkan untuk menyelesaikan
permasalahan sosial dan kenegaraan dengan ajaran-ajaran islam.
4.
Ijtihad merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum muslimin.
2.3 Tingkatan-tingkatan ijtihad
1.
Ijtihad Muthlaq
Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri
dalam berijtihad dan menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuan hukumnya dari
nash Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan
kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih dahulu mendalami
persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.
2.
Ijtihad fi al-Madzhab
Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan
seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode
istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang berkaitan
dengan masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam
mazhabnya, meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab
tersebut, maupun untuk memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat.
Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan
menjadi tiga tingkatan ini:
1.
Ijtihad at-Takhrij
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid
dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum syara' yang
tidak terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan berpegang
kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya. Pada tingkatan
ini kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-masalah yang belum pernah
difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum pernah difatwakan oleh
murid-murid imam mazhabnya.
2.
Ijtihad at-Tarjih
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah
pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-pendapat imam mazhabnya,
atau antara pendapat imam dan pendapat murid-murid imam mazhab, atau antara
pendapat imam mazhabnya dan pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini hanya melakukan pemilahan
pendapat, dan tidak melakukan istinbath hukum syara'.
3.
Ijtihad al-Futya
Yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai
seluk-beluk pendapat-pendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang
dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan ini terbatas hanya pada
memfatwakan pendapat-pendapat hukum mazhab yang dianutnya, dan sama sekali
tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di
dalamnya.
2.4 Metode – Metode Ijtihad
Metode-metode
yang umum dipergunakan adalah ijma’, qiyas, ishtihsan, al-maslahah al-mursalah, istishhab, dan ‘urf.
1.
Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama dalam
menetapkan suatu hukum-hukum agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan
bersama yang dilakukan oleh ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian
dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan
bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2.
Qiyas
menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum atau suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila
memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya
3.
Ishtihsan
Menetapkan suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an
namun hanya didasarkan pada kepentingan atau kemaslahatan umum.
4.
Al-maslahah al-mursalah
Perkara yang perlu
dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan
maksud syara dan tidak didasari dengan dalil secara langsung dan jelas.
5. Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan
yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang
perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di
perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah
keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga
tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas
perceraian keduanya.
6.
Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan
aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
BAB III KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1
Kesimpulan
Ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan
untuk mewujudkan sesuatu. Maka jika disederhanakan ijtihad
bermakna kerja keras dan bersungguh-sungguh. Dengan demikian setiap pekerjaan yang
dilakukan dengan maksimal serta mengerahkan segenap kemampuan yang ada
dinamakan ijtihad dan pelakunya dinamai Mujtahid.
Jadi, Ijtihad berfungsi untuk
menetapkan suatu hukum yang hukum tersebut tidak ditemukan dalilnya
didalam Al-Qur’an dan hadits. Sedangkan kalau masalah-masalah yang ada dalilnya
didalam Al-Qur’an dan hadist maka tidak boleh diijtihadkan lagi.
Oleh
karena itu ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran islam setelah
Al-Qur’an dan Hadist dalam memecahkan berbagai problematika masa kini.
Demikianlah makalah ini kami buat yang
jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam
menempuh pembelajaran, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan hasil diskusi
kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin!
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Misbahuddin, S.Ag, M.Ag, Ushul Fiqh II,
Alauddin University Press (Misbahuddin,2014:130).
Kasuwi Saiban. 2005. Metode Ijtihad Ibnu Rusyd sebuah Solusi Pembentukan
Hukum Fiqih
Kontemporer. Malang: Kutub Minar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad
http://immtarbiyahpwt.blogspot.com/2012/03/jihad-dan-ijtihad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar