PROSEDUR PELAKSAAN MIKRO TEACHING
Makalah ini disusun untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Micro Teaching
( MKK )
Dosen Pengampu : Ibu Dr. Widyasari,M.Pd
Disusun oleh :
Idah Safitri (H.1711106)
Yenti Kurniasari (H.1711125 )
Pitaria Devi Putri Sijabat ( H.1711108 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2020
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah “ Micro Teaching
” tepat pada waktunya , shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada
junjunan kita Nabi besar Muhammad SWA.
Dalam peyusunan makalah ini penyusun menyadari
bahwa, makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa
adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah “ Mata
Kuliah Micro Teaching ” Ibu Dr. Widyasari,M.Pd .
Meski telah berusaha menyelesaikan makalah ini
sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan .
Bogor,
Maret 2020
Penulis
DAFTAR
ISI
A. Prosedur Umum Pembelajaran Micro Teaching 2
B. Tujuan Pembelajaran Mikro 3
C. Manfaat Pembelajaran Mikro 6
1. Manfaat bagi mahasiswa calon guru (pendidikan preservice) 8
2. Manfaat bagi para guru (pendidikan in-service) 8
D. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan 11
1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran 11
2. Menciptakan
Suasana Belajar yang Demokratis 13
E. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Inti15
2. Unsur-unsur
Kegiatan Pembelajaran Inti16
F. Kegiatan Pembelajaran Penutup22
2. Unsur-unsur kegiatan menutup pembelajaran24
B. Saran27
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Guru adalah kunci untuk membangun peradaban
bangsa ( Rohmadi , 2012 ). Oleh karena itu untuk membangun bangsa diperlukan
guru yang profesional. Sesuai dengan visi dan misi Universitas Djuanda Bogor
produktivitas tenaga pendidikan khususnya calon guru, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas terus mendapat perhatian. hal ini tampak pada pengembangan
pratik micro teaching yang diarahkan untuk mendukung kompetensi guru yang
profesional. Pembelajaran Micro Teaching adalah Salah satu upaya mempersiapkan
kemampuan para calon guru atau meningkatkan kemampuan para guru dalam
menghadapi tugas pembelajaran yang dapat dilakukan melalui suatu proses latihan
atau pembelajaran dengan menggunakan model dan pendekatan pembelajaran yang
lebih disederhanankan atau yang lebih populer .
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
yang dimaksud dengan Micro Teaching ?
b.
Apa
saja kegiatan pendahuluan dalam Micro Teaching ?
c.
Bagaimana
kegiatan inti dalam Micro Teaching ?
d.
Apa
saja kegiatan penutup dalam Micro Teaching ?
C.
Tujuan
Penulis
a.
Tugas
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Micro Teaching
b.
Untuk
mengetahui bagaimana kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran Micro Teaching !
c.
Untuk
mengetahui bagaimana kegiatan inti dalam pembelajaran Micro Teaching
d.
Untuk
mngetahui bagaimana kegiatan penutup dalam Micro Teaching
e.
Meningkatkan
kualitas calon guru.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prosedur
Umum Pembelajaran Micro Teaching
Seperti yang kita ketahui bahwa agar
dapat mempraktekan model pembelajaran mikro dengan benar maka terlebih dahulu
hrus memiliki pengetahuan ( teori ) tentang pembelajaran mikro itu sendiri.
Sebab praktek tanpa didasari oleh teori bisa menyalahi ketentuan yang
ditetapkan. Begitu juga sebalik banyak mempelajari teori tanpa disertai
kegiatan praktek kurang sempurna. Oleh karena itu untuk lebih memahami apa yang
dimaksud dengan pembelajaran Mikro, mari kita telaah beberapa pengertian
berikut ini :
a.
Mc.Laughlin
dan Moulton ( 1975 ).
Pembelajaran
mikro pada intinya adalah suatu pendekatan atau model pembelajran untuk melatih
penampilan / keterampilan mengajar guru melalui bagian demi bagian dari setiap
keterampilan dasar mengajar tersebut yang dilakukan secara terkontrol dan
berkelanjutan dalam situasi pembelajaran
b.
A.Perlberg
( 1984 )
Pembelajaran
mikro pada dasarnya adalah sebuah laboratorium untuk lebih menyederhakan proses
latihan kegiatan belajar mengajar ( pembelajaran )
c.
Sugeng
Paranto,dkk ( 1980 ) mikro teaching merupakan salah satu cara latihan praktek
mengajar yang dilakukan dalam proses belajar mengajar yang ‘ mikro ’kan untuk
membentuk ,mengembangkan keterampilan mengajar.[1]
B.
Tujuan
Pembelajaran Mikro
Pembelajaran mikro sebagai matakuliah yang
tak terpisahkan dari struktur kurikulum program pendidikan keguruan, seperti
dijelaskan di atas yaitu diarahkan dalam upaya memfasilitasi mahasiswa calon guru untuk menguasai
dan memiliki kompetensi yang diharapkan, yaitu:
1. Mempersiapkan, membina dan meningkatkan mutu guru agar dapat memenuhi standar kompetensi pedagogik.
2. Mempersiapkan, membina dan meningkatkan mutu guru agar dapat memenuhi standar kompetensi kepribadian.
3. Mempersiapkan, membina dan meningkatkan mutu guru agar dapat memenuhi standar kompetensi profesional. Mempersiapkan, membina dan meningkatkan mutu guru agar dapat memenuhi standar kompetensi sosial.
Keempat
jenis kompetensi yang diamanatkan oleh Undang-undang tersebut, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial, secara konsep masing-masing dapat
dibedakan. Akan tetapi keempat jenis kompetensi tersebut pada realisasinya
harus merupakan suatu kesatuan yang utuh, direfleksikan dalam seluruh perilaku
guru pada setiap melaksanakan tugas pembelajarannya.
Jika dianalisis secara lebih mendalam, kemampuan dan keterampilan mengajar nampaknya cenderung lebih terkait dengan kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
mengajar bagian dari mendidik, sementara ilmu mendidik termasuk pada kawasan
pedagogik. Demikian juga
dengan kompetensi profesional yang sering diartikan keahlian dalam bidangnya, dalam
hal ini yaitu ahli dalam melaksanakan pembelajaran.
Oleh
karena itu tidak salah jika
kemampuan dan keterampilan
mengajar, erat dan merupakan
penjabaran dari kedua jenis kompetensi tersebut, yaitu kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional. Akan tetapi bukan berarti tidak terkait dengan kedua
kompetensi lainnya yaitu kompetensi sosial dan kepribadian, sebab bukankah
ketika guru mengajar tidak lepas dari interaksi sosial dengan siswanya ?
bukankah ketika guru mengajar harus mencerminkan sebagai sosok pribadi yang dapat menjadi teladan bagi siswanya ?.
Ketika
bu Zahra mengajarkan rukun wudu pada siswa kelas III MI, tugas bu Zahra sebagai
guru dan pendidik bukan hanya terbatas bagaimana memindahkan
pengetahuan tentang rukun wudu kepada siswanya. Akan tetapi kebiasaan berwudu sudah melakat
dan tercermin dari perilaku bu Zahra itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Itulah makna
dari penerapan kompetensi pedagogik dan
personal sebagai teladan bagi siswanya.
Atas
dasar beberapa kajian dan pembahasan di atas, maka pada hakikatnya keempat jenis
kompetensi tersebut antara
yang satu dengan
lainnya merupakan suatu
kesatuan yang utuh, melekat dan harus direfleksikan oleh guru dalam kebiasaan berpikir maupun bertindak, dan
disinilah hal lain dari kompleknya tugas pembelajaran.
Tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek.
Mengingat rumitnya tugas pembelajaran, maka sebelum terjun secara langsung
menghadapi tugas yang komplek itu, bagaimana setiap calon guru dan guru, melakukan
proses persiapan secara
matang, dilakukan setahap demi setahap melalui program
latihan yang dilakukan secara sistematis dan
terkontrol. Hal ini sangat penting,
mengingat dengan telah dikuasainya bagian demi bagian dari aspek-aspek pembelajaran, maka akan mempermudah untuk melakukan proses adaptasi dalam
melaksanakan tugas pembelajaran pada situasi
yang sebenarnya.
Oleh
karena itu dilihat dari beberapa alasan dan pengertian pembelajaran mikro (micro teaching) seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, maka
tujuan pembelajaran mikro (micro teaching) sebagai suatu pendekatan pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memfasilitasi,
melatih, dan membina calon maupun para guru dalam hal keterampilan dasar mengajar (teaching skills)
2.
Untuk memfasilitasi,
melatih dan membina calon maupun para guru agar memiliki kompetensi yang
diharapkan oleh ketentuan undang-undang maupun peraturan pemerintah.
3.
Untuk melatih
penampilan dan keterampilan mengajar yang dilakukan secara bagian demi bagian secara spesifik agar diperoleh
kemampuan maksimal sesuai dengan
tuntutan profesional sebagai
tenaga seorang guru
4.
Untuk memberi kesempatan
kepada calon maupun para guru berlatih dan mengoreksi, serta menilai kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki (self
evaluation) dalam hal keterampilan mengajarnya
5.
Untuk memberi kesempatan
kepada setiap yang berlatih (calon guru dan para guru) meningkatkan dan
memperbaiki kelebihan dan kekurangannya, sehingga guru selalu berusaha
meningkatkan layanannya kepada
siswa. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut
bukan perkara mudah
dapat dapat diperoleh sekaligus
dalam waktu relatif singkat. Oleh karena itu menurut National Education Association (NEA seseorang yang menggeluti
suatu profesi:
a) harus siap memperbaharui kemampuannya melalui’latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan.
b) jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
c) lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
C.
Manfaat Pembelajaran
Mikro
Untuk memahami manfaat
pembelajaran mikro sebagai salah satu pendekatan pembelajaran dalam rangka
mempersiapkan dan meningkatkan keterampilan mengajar. Coba Anda baca lagi bahasan
latar belakang pembelajaran mikro pada poin A di atas.
Di situ dijelaskan bahwa pembelajaran mikro
merupakan salah satu bentuk inovasi model pembelajaran
untuk mempersiapkan dan meningkatkan
mutu guru, terutama berkaitan dengan keterampilan mengajarnya.
Pembelajaran
mikro sebagai salah satu bentuk inovasi atau pembaharuan untuk mempersiapkan,
membina dan meningkatkan mutu guru, tentu saja
terdapat unsur-unsur baru dalam cara
membina dan meningkatkan kemampuan guru dibandingkan dengan pendekatan yang dilakukan
sebelum munculnya pembelajaran mikro.
Perbedaan
yang cukup mendasar antara lain sebelum adanya pembelajaran mikro, untuk
membina dan meningkatkan keterampilan mengajar, calon atau guru secara langsung
melakukan praktek di depan kelas yang sebenarnya. Misalnya Adi mahasiswa keguruan semester VII di sebuah
perguruan tinggi X, setelah memenuhi jumlah SKS yang
dipersyaratkan langsung melaksanakan Program
Praktek Lapangan (PPL)
selama 3 bulan
di MI yang sudah direncanakan. Pada saat sudah ada di
sekolah setiap hari mas Adi tersebut langsung praktek mengajar di kelas (real teaching
on the real class romm
teaching). Untuk memenuhi tuntutan
kurikulum pendidikan keguruan yang diikutinya, mungkin saja setelah selesai tampil
kurang lebih 16 kali pertemuan mas Adi diperbolehkan untuk mengikuti ujian PPL
dan kembali lagi kekampus untuk menuntaskan seluruh program perkuliahannya.
Sebagai
pembimbing PPL akan menemui kesulitan untuk menilai yang sebenarnya (authentic assesmen) kemampuan dan
keteranpilan dasar mengajarnya.
Apakah sudah memenuhi kriteria yang ditentukan sebagai guru yang profesional,
dimana kelebihan maupun kekurangannya. Sementara mas Adi sendiri mengalami kesulitan untuk memperbaiki diri dalam hal kemampuan
mengajarnya, karena setiap hari ia tidak mendapatkan banyak masukan mengenai
kelebihan dan kekurannya.
Idealnya
kalau menurut pendekatan pembelajaran mikro, sebelum calon atau guru praktek
di kelas yang sebenarnya, terlebih
dahulu mereka melatih
bagai- bagian keterampilan mengajar yang harus dikuasainya di tempat
tertentu atau laboratorium. Setelah memiliki
pengalaman yang cukup,
baru untuk lebih memantapkan kemampuannya mas Adi
terjun melaksanakan praktek pada kelas yang sebenanrnya di MI yang direncanakan.
Dalam
pembelajaran mikro setiap kegiatan latihan dilakukan perencanaan yang matang,
kemudian ada kontrol yang ketat dan teliti untuk mencermati setiap keterampilan
yang di latihkannya, ada diskusi umpan balik dan disampaikan rtekomendasi atau
solusi perbaikan. Dikatakan oleh Allen dan Ryan “Micro teaching allows for
the increased control
of practice”. Dengan
pembelajaran mikro dimaksudkan untuk meningkatkan kontrol terhadap
setiap aspek yang dilatihkan, sehingga dari kontrol tersebut akan diperoleh
masukan yang berharga untuk meningkatkan
kemampuan profesionalismenya.
Dari
hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan mengenai manfaat pembelajaran
mikro, ternyata model ini cukup efektif dalam mempersiapkan, membina dan
melatih meningkatkan mutu guru, terutama dalam hal penampilan dan keterampilan mengajarnya
(Brown, 1975). Oleh
karena itu dengan adanya pendekatan pembelajaran mikro
menurut Joyce (1975) adalah sebagai upaya merespon terhadap kekurangan dan rasa
prustasi yang dikembangkan pendidikan guru sebelumnya (responded to a wider feeling of frustation).
Dilihat
dari hakikat pembelajaran mikro seperti telah diuraikan sebelumnya, maka
manfaat dari pembelajaran mikro terutama akan dirasakam oleh pihak- pihak
sebagai berikut:
1.
Manfaat bagi
mahasiswa calon guru (pendidikan preservice)
a.
Setiap mahasiswa calon
guru dapat melatih
bagian demi bagian
dari setiap keterampilan
mengajar yang harus dikuasainya secara lebih terkendali dan terkontrol.
b.
Setiap mahasiswa calon
guru dapat mengetahui tingkat kelebihan maupun kekurangannya dari setiap jenis
keterampilan mengajar yang harus dikuasainya.
c.
Setiap mahasiswa calon guru dapat menerima informasi yang
lengkap, objektif dan akurat dari proses
latihan yang telah dilakukannya melewati pihak observer.
d.
Setiap mahasiswa calon
guru dapat melakukan proses latihan ulang
untuk memperbaiki terhadap kekurangan maupun untuk lebih meningkatkan kemampuan yang telah dimilikinya.
2.
Manfaat bagi
para guru (pendidikan in-service)
a.
Para guru baik secara mandiri maupun bersama-sama dapat
berlatih untuk lebih meningkatkan kemampuan mengajar yang
telah dimilikinya.
b.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan
yang dimilikinya terkait dengan keterampilan mengajar yang harus dikuasainya Dapat dijadikan sebagai
proses uji coba
terhadap hal-hal yang
baru, seperti dalam penerapan metode, media, materi
baru, atau jenis-jenis keterampilan mengajar lainnya sebelum diterapkan dalam proses
pembelajaran yang sebenanrnya
3.
Manfaat bagi supervisor
a.
Dapat memperoleh data
yang objektif dan komprehensif tingkat kemampuan para calon guru maupun para
guru dalam hal kemampuan mengajar yang harus dikuasai sesuai dengan tuntutan profesinya.
b.
Dapat memberikan masukan, saran maupun solusi yang akurat,
karena didasarkan pada data atau informasi yang lengkap sesuai
hasil pengamatan dari pembinaan melalui pembelajaran mikro
yang telah dilakukannya.
c.
Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan yang lebih
tepat bagi pengembangan karir
setiap mahasiswa maupun para guru yang menjadi binaannya. Sebagai bahan masukan untuik membuat
kebijakan dalam melakukan proses pembinaan terhadap
upaya untuk meningkatkan kualitas penampilan guru.
Tahap
kedua dalam proses
pembelajaran yaitu kegiatan
inti atau pokok
kegiatan pembelajaran. Sebelum membahas kegiatan
inti pembelajaran, coba direnungkan
lagi oleh Anda
ilustrasi atau contoh
yang telah dikemukakan dalam pembahasan
sebelumnya. Dalam ilustrasi tersebut dikemukakan jika seorang atlit yang akan melakukan suatu
pertandingan telah melakukan pemanasan yang cukup, maka fisik, mental, bahkan
emosionalnya telah siap untuk bertanding, maka selanjutnya tinggal melakukan
kegiatan inti yaitu melakukan pertandingan.
Melalui ilustrasi atau contoh
di atas, tentu
bagi Anda tidak
sulit untuk mengaitkan dengan topik yang akan dibahas yaitu
kegiatan inti dalam
pembelajaran. Yaitu apabila
siswa melalui kegiatan pembukaan telah menunjukkan perhatian dan motivasi yang baik, sudah memiliki kejelasan
tujuan yang akan dicapai, sudah memiliki gambaran umum yang jelas
kegiatan yang akan dilaksanakannya, berarti siswa sudah siap untuk mengikuti
kegiatan inti pembelajaran. Dengan demikian apablia guru ingin mengetahui
sejauhmana tingkat kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan inti pembelajaran,
antara lain dapat
diamati dari beberapa aspek
yaitu: siswa telah memiliki kejelasan tujuan yang akan dicapainya dan memahami kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Demikian pula berkenaan dengan unsur
perhatian dan motivasinya anatar lain bisa diamati dari sikap dan antusiasme
siswa. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan petunjuk atau indikator bahwa siswa telah memiliki
kesiapan untuk mengikuti kegiatan inti pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran 1 sudah dijelaskan
bahwa kegiatan pembukaan diklasifikasikan kedalam “pra-instruction”, yaitu upaya untuk mengkondisikan
kesiapan belajar bagai siswa, maka kegiatan inti pembelajaran diklasifikasikan kedalam “Intsruction”, yaitu kegiatan inti pembelajaran. Sesuai dengan
namanya”kegiatan inti” yaitu merupakan suatu proses pelaksanaan pembelajaran, melaskanakan kegiatan-kegiatan yang
sudah direncanakan sebelumnya,
mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran dalam suatu sistem yang saling
terkait, mengaktifkan sisiwa berinteraksi dengan lingkungan pembelajaran,
sehingga terjadi proses pembelajaran.
Kualitas kegiatan inti pembelajaran memiliki hubungan dengan
kegiatan awal (pembukaan). Dengan
demikian kualitas kegiatan
inti pembelajaran ditentukan oleh hasil yang dilakukan sebelumnya, yaitu pada saat melakukan pembukaan Jika pada saat mengawali pembelajaran siswa sudah memiliki arah yang jelas, maka dalam kegiatan inti tidak
akan mengalami kesulitan untuk beraktivitas. Perhatian dan motivasi siswa akan
tercurah pada kegiatan pembelajaran. Dengan demikian seluruh energi yang
dimilikinya dipakai untuk melakukan aktivitas
pembelajaran. Oleh karena
itu kegiatan pembukaan jangan dipandang
hanya sebagai kegiatan rutinitas, melainkan harus direncanakan dan
diciptakan dengan baik agar siswa dapat mengikuti proses kegiatan
selanjutnya dengan baik pula.[2]
D.
Kegiatan
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran sering pula disebut
dengan pra-instruksional. Fungsi kegiatan tersebut utamanya adalah untuk
menciptakan awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan
pendahuluan pembelajaran perlu diperhatikan, karena waktu yang tersedia untuk
kegiatan tersebut relatif singkat sekitar 5 (lima) menit. Oleh karena itu,
dengan waktu yang relatif singkat diharapkan guru dapat menciptakan kondisi
awal pembelajaran yang baik, sehingga aktivitas-aktivitas pada awal
pembelajaran tersebut dapat mendukung proses dan hasil pembelajaran siswa . Untuk
memahami tentang kegiatan dan prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran, di
bawah ini akan diuraikan tentang kegiatan tersebut.
1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran
Proses
pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru dapat mengkondisikan
kegiatan belajar secara efektif. Kondisi belajar tersebut harus dimulai dari
tahap prainstruksional (tahap pendahuluan atau awal pembelajaran). Upaya yang
harus dilakukan untuk mewujudkan kondisi awal pembelajaran yang baik di
antaranya:
a.
Menciptakan Sikap dan
Suasana Kelas yang Menarik
Kondisi belajar
dapat dipengaruhi oleh sikap guru di depan kelas. Guru
harus memperlihatkan sikap yang menyenangkan supaya siswa tidak merasa tegang,
kaku bahkan takut. Kondisi yang menyenangkan ini harus diciptakan mulai dari
awal pembelajaran sehingga siswa akan mampu melakukan aktivitas belajar dengan
penuh percaya diri tanpa ada tekanan yang dapat menghambat kreativitas siswa. Di samping itu, perlu adanya
kesiapan maupun penataaan alat-fasilitas kelas yang memudahkan siswa
beraktivitas belajar dalam kelas. Hal kecil juga dapat berpengaruhi terhadap
kondisi belajar misalnya kebersihan dan kerapihan tempat belajar.
b.
Mengabsen Siswa
Guru mengecek
kehadiran siswa. Untuk menghemat waktu dalam mengecek kehadiran siswa dapat
dilakukan dengan cara siswa yang hadir disuruh menyebutkan siswa yang tidak
hadir, kemudian guru menanyakan mengapa yang bersangkutan tidak hadir? dan
seterusnya. Secara tidak langsung guru telah memberikan motivasi terhadap
siswa, berdisiplin dalam mengikuti pelajaran dan membiasakan diri apabila tidak
hadir perlu memberitahukan pada guru yang disampaikan melalui temannya secara
lisan atau tertulis.
c.
Menciptakan Kesiapan
Belajar Siswa
Kegiatan
pembelajaran perlu didasari oleh kesiapan dan semangat belajar siswa. Kesiapan (readinees)
belajar siswa merupakan salah satu prinsip belajar yang sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru
dalam menciptakan kesiapan dan semangat dalam belajar siswa, khususnya dalam
awal pembelajaran, alternatif yang perlu dilakukan guru di antaranya:
a)
Membantu
atau membimbing siswa dalam mempersiapkan fasilitas/sumber belajar yang
diperlukan dalam kegiatan belajar.
b)
Menciptakan
kondisi belajar untuk meningkatkan perhatian siswa dalam belajar
c)
Menujukan
minat dan penuh semangat yang tinggi dalam mengajar.
d)
Mengontrol
(mengelola) seluruh aktivitas siswa mulai dari awal pembelajaran.
e)
Menggunakan
media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan menarik perhatian
siswa.
f)
menentukan kegiatan
belajar yang memungkinkan siswa dapat melakukannya.
2. Menciptakan
Suasana Belajar yang Demokratis
Pada
hakikatnya suasana belajar yang demokratis dapat dikondisikan melalui
pendekatan proses belajar CBSA (Cara Belajar Siswa aktif). Untuk menciptakan
suasana belajar yang demokratis guru harus membimbing siswa agar berani
menjawab, berani bertanya, berani berpendapat atau berani mengeluarkan ide-
ide, dan berani memperlihatkan unjukkerja (performace). Alternatif yang dapat
dilakukan guru dalam awal pembelajaran diantaranya mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab siswa atau memberikan stimulus supaya siswa
berpendapat atau mengeluarkan gagasan berkaitan dengan topik bahasan. Suasana
belajar yang demokratis harus dikondisikan sejak awal pembelajaran, guru harus
selalu memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kreativitas. Mulai dari
awal pembelajaran guru memungkinkan dapat mengembangkan bakat dan keunggulan yang
dimiliki oleh siswa.
a.
Melaksanakan Kegiatan
Apersepsi dan atau Melaksanakan Tes Awal.
Setelah
mengkondisikan kegiatan awal dalam pembelajaran, guru harus melaksanakan
kegiatan apersepsi dan atau penilaian terhadap kemampuan awal (entry
behaviour) siswa. Penilaian awal atau pre tes tujuannya adalah untuk
mengukur dan mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran yang akan
dipelajari sudah dikuasai oleh siswa. Kemampuan awal tersebut sebagai dasar
untuk kelanjutan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa. Pelaksanaan
pra
tes (tes awal) perlu dilaksanakan untuk dapat menjajagi bahan pelajaran apa
yang sudah dikuasai oleh siswa. Kegiatan guru dalam apersepsi lebih menitik
beratkan pada kegiatan mengulas (secara singkat) tentang bahan pelajaran yang
sudah dipelajari dengan yang akan dipelajari sehingga keterkaitannya dapat
dipahami siswa.
Pelaksanaan
tes awal perlu memperhatikan
waktu yang tersedia supaya dalam prosesnya tidak mengganggu kegiatan
pembelajaran inti. Tes awal dapat dilakukan dengan cara lisan yang ditujukan
pada beberapa siswa yang dianggap representatif (mewakili) seluruh siswa.
Terkadang tes awal dalam prosesnya selalu dipadukan dengan kegiatan apersepsi.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa apersepsi menekankan pada upaya guru
dalam menghubungkan materi pelajaran yang sudah dimiliki oleh siswa dengan
materi yang akan dipelajari oleh siswa.
b.
Membangkitkan motivasi
dan perhatian siswa
Membangkitkan
motivasi dan perhatian siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada
setiap tahapan kegiatan pembelajaran. Khususnya pada tahap awal pembelajaran,
siswa perlu difokuskan perhatiannya yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Pada
umumnya, dalam kegiatan awal pembelajaran sebagian besar siswa masih belum
terfokus perhatiannya, sehingga guru perlu mensiasati agar mulai pada awal pembelajaran siswa
tersebut menjadi memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran. Kondisi
tersebut disebabkan karena proses berpikir siswa masih terkait dengan pelajaran
sebelumnya atau dengan kegiatan-kegiatan yang siswa alami sebelumnya. Oleh
karena itu, guru perlu mengambil perhatian siswa dan memberikan motivasi agar
dalam awal pembelajaran ini dijadikan sebagai salah satu proses pembelajaran
yang memberikan kontribusi tinggi terhadap proses pembelajaran selanjutnya.
Ada
beberapa upaya yang harus dilakukan oleh guru sejalan dengan tugasnya di
sekolah, khususnya dalam melaksanakan kegiatan awal pembelajaran di antaranya
guru harus:
a)
memahami latar
belakang (kemampuan) siswa.
b)
dapat membangkitkan
(menarik) perhatian siswa sehingga terfokus pada pelajaran yang akan
diikutinya.
c)
dapat memberikan
bimbingan belajar secara kelompok maupun individu.
d)
dapat menciptakan
interaksi edukatif yang efektif, sehingga siswa merasakan adanya suasana
belajar.
e)
memberikan penguatan
pada siswa.
f)
menanamkan disiplin
pada siswa.[3]
E.
Kegiatan
Pembelajaran Kegiatan Inti
1.
Pengertian
Kegiatan inti pembelajaran pada dasarnya adalah
kegiatan pokok siswa untuk
mempelajari materi yang telah direncanakan. Pembelajaran adalah proses interaksi, yaitu interaksi antara
siswa dengan lingkungan pembelajaran termasuk
di dalamnya materi pembelajaran. Dengan
demikian kegiatan inti pembelajaran
adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungan pembelajaran untuk
mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran yang telah direncanakaDalam sistem pembelajaran, guru
merupakan bagian dari lingkungan pembelajaran,
tugas guru dalam kegiatan inti pembelajaran terutama adalah bagaimana memfasilitasi
kegiatan belajar siswa untuk terjadinya proses pembelajaran. Sebagai
fasilitator pembelajaran, guru
dalam melakukan kegiatan inti pembelajaran tidak
mendominasi kegiatan pembelajaran, melainkan bagaimana guru memfungsikan
dirinya sebagai motivator untuk membangun aktivitas belajar siswa.
Dalam
pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Implikasi bagi guru dari
pandangan konstruktivisme tersebut, yang utama
dalam kegiatan inti pembelajaran guru bukan pemberi informasi atau
materi pembalajaran, akan tetapi sebagai motivator yang dapat mengaktifkan
siswa untuk mengolah informasi atau materi pembelajaran melalui mencari dan mengalami.
2.
Unsur-unsur Kegiatan Pembelajaran Inti
Dalam Peraturan Pemerintah (PP No. 19 Thn. 2005) tentang
Standar Nasional Pendidikan dinyatakan “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif,
serta memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik” (Bab IV Pasal 19 ayat 1). Unsur-unsur pelaksanaan pembelajaran yang dinyatakan dalam
PP tersebut di atas,
harus menjadi inspirasi dalam kegiatan inti pembelajaran, sekaligus sebagai rujukan bagi guru
agar dalam proses
pembelajarannya selalu merefleksikan dari aspek-aspek tersebut, yaitu:
1. Interaktif; yaitu proses komunikasi
pembelajaran harus dijalin melalui hubungan
secara interaktif. Komunikasi interaktif yaitu proses
pembelajaran dilakukan tidak hanya hubungan antara guru dan siswa atau
sebaliknya, melainkan hubungan banyak arah dari guru ke siswa, siswa ke guru,
siswa dengan siswa maupun siswa dengan sumber pembelajaran lain yang lebih
luas.
2. Inspiratif; yaitu pembelajaran harus
dilakukan untuk mendorong siswa secara
aktif dan inovatif, menemukan gagasan baru yang bisa diterapkan dalam
memecahkan permasalahan dan bermanfaat bagi kehidupan siswa baik di masa kini maupun masa yang akan
datang. Proses pembelajaran yang inspiratif, siswa tidak ”digurui” untuk
mengikuti pola dari apa yang dilakukan atau
dicontohkan guru, akan
tetapi siswa didorong untuk memiliki
banyak ide atau gagasan baru hasil kreasi
dirinya sendiri.
3. Menyenangkan; yaitu suasana pembelajaran
yang dapat menciptakan rasa gembira,
anak senang berada dalam lingkungan pembelajaran, sehingga siswa merasa aman dan bebas untuk
berkreasi melakukan berbagai aktivitas pembelajaran
untuk memperoleh hasil pembelajaran secara efektif dan efisien.
4. Menantang; yaitu kegiatan pembelajaran tidak
hanya menempatkan siswa sebagai penerima yang
pasif dari berbagai ilmu pengetahuan yang
diberikan oleh guru. Akan tetapi pembelajaran harus dikemas dan ciptakan
untuk membiasakan siswa menghadapi
tantangan. Misalnya dengan diberikan masalah untuk dipecahkan, soal yang harus
dikerjakan, atau stimulus pembelajaran lain yang bersifat menantang siswa untuk memunculkan ide- ide baru, sehingga kemampuan berpikirnya dapat
dikembangkan secara optimal.
5. Memotivasi peserta didik; dalam pembelajaran
guru harus memerankan diri sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.
Melalui peran sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran, siswa harus ditumbuhkan perhatian dan motivasi belajarnya,
sehingga aktivitas belajar muncul dari keinginan yang kuat yang timbul dari
dirinya sendiri (instrinsik). Apabila semangat
belajar sudah muncul dari dirinya, maka proses pembelajaran akan dapat berjalan secara efektif.
6. Prakarsa;
yaitu pembelajaran yang dapat memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengambil inisiatif (prakarsa) melakukan berbagai
aktivitas baik dilakukan di dalam
kelas maupun di luar kelas dengan memanfaatkan sumber pembelajaran secara luas
dan bervariasi. Dalam pembelajaran, prakarsa
biasanya berhubungan dengan keinginan untuk melakukan aktivitas,
inisiatif, terhadap hal-hal yang dianggap positif. Seperti pergi keperpustakaan
untuk belajar, melakukan percobaan-percobaan, mempraktekkan
pengalaman belajar yang sudah diperoleh kedalam situasi yang aktual, dan
kegiatan lain yang muncul dari keinginan sendiri.
7.
Kreativitas; yaitu kegiatan pembelajaran seharusnya mampu
mendorong siswa untuk
mengembangkan kreativitas sesuai
dengan minat, bakan maupun potensinya masing-masing.
Kreativitas dalam pembelajaran bisa terjadi bila lingkungan atau situasi
pembelajaran yang dijelaskan sebelumnya sudah tercipta, seperti kondisi yang
menyenangkan, demokratis, menantang, termotivasi. Melalui situasi dan kondisi
pembelajaran yang kondusif maka siswa akan terdorong untuk memunculkan ide-ide
atau gagasan baru yang menjadi modal
penting dalam kreativitas.
8.
Kemandirian; yaitu pembelajaran harus diupayakan untuk
mendorong siswa memiliki kemampuan, komitmen dan percaya
diri. Pendidikan melalui
upaya proses pembelajaran bertujuan antara lain adalah
untuk proses pendewasaan. Pendewasaan memiliki makna yang luas,
yaitu selain dari sisi dewasa
secara biologis, juga dewasa
dalam berpikir, mengambil prakarsa, inisiatif, tanggung jawab dan lain sebagainya. Oleh
karena itu orientasi pembelajaran bukan hanya sekedar
untuk mencapai kemampuan-kemampuan pengetahuan yang
bersifat teoritis dan praktis, tapi juga sebagai
upaya memandirikan siswa.
Menurut pandangan konstruktivisme, bahwa
setiap siswa sudah memiliki banyak potensi yang siap untuk
dikembangkan. Oleh karena
itu dalam kegiatan pembelajaran terutama dalam
kegiatan inti, semua lingkungan pembelajaran yang ada harus dimanfaatkan untuk
mendorong siswa mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Adapun
strategi atau prinsip dalam menerapkan
teori konstruktivisme, yaitu:
1. Construktivism; yaitu siswa
ketika masuk kedalam
kelas tidak dalam
keadaan kosong dari pengalaman. Setiap siswa dianggap sudah memiliki bekal,
potensi atau pengalaman yang didapatkan dari berbagai sumber atau
lingkungan dimana ia hidup. Oleh karena itu dalam upaya membelajarkan siswa,
guru sebagai fasilitator pembelajaran adalah mengembangkan pengalaman yang telah dimiliki siswa yang ada
hubungannya dengan materi yang diajarkan. Dorong dan beri kesempatan kepada siswa untuk
memunculkan pengalaman
dengan caranya sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukannya, sesuai
dengan wawasan dan pengalaman yang telah dimilikinya.
2. Inquiry; yaitu kegiatan inti pembelajaran harus mendorong siswa
mampu bereksplorasi, menduga, maupun
bereksperimen. Pembelajaran tidak
sekedar menghapal konsep-konsep, atau fakta secara terlepas-lepas yang
hanya diperlukan untuk kepentingan
sesaat. Melalui pendekatan inquiry, tugas guru
yang utama adalah
memfasilitasi siswa untuk
mencari dan menemukan sendiri. Proses
mencari untuk menemukan, dalam kegiatan pembelajarannya harus disesuaikan dengan
karakteristik siswa itu sendiri. Adapun untuk
mendorong kegiatan belajar
siswa melalui penerapan inquiry antara lain
yaitu melalui observasi, mendorong keberanian untuk bertanya,
membiasakan siswa untuk menduga,
mengumpulkan data, dan menyimpulkan.
3. Questioning; yaitu mengembangkan kebiasaan siswa untuk bertanya. Dalam pembelajaran, bertanya adalah
belajar. Melalui kegiatan bertanya mendorong siswa untuk menggali informasi,
membandingkan atau mengecek terhadap apa yang sudah diketahuinya, atau
mengarahkan perhatian siswa pada hal- hal yang belum diketahuinya. Kegiatan
bertanya dalam pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pertanyaan dari guru
kepada siswa, melainkan dari siswa kepada guru, bertanya terhadap dirinya
sendiri, maupun bertanya terhadap lingkungan yang lebih luas lagi.
4. Learning Community; yaitu menciptakan suasana pembelajaran dengan memanfaatkan
sumber-sumber pembelajaran secara luas dan bervariasi. Sumber ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya diperoleh
dari guru, atau buku teks saja, akan
tetapi bisa didapatkan dari teman, pakar, tokoh masyarakat dan sumber-sumber
pembelajaran lainnya baik berupa orang (manusia) maupun benda. Dengan
demikian yang dimaksud
dengan learning community (masyarakat belajar), pada dasarnya adalah
bagaimana siswa secara aktif mencari
dan memanfaatkan sumber-sumber ilmu pengetahuan secara luas dan bervariasi,
sehingga dapat menghasilkan pengalaman belajar yang luas dan mendalam.
5. Modeling; yaitu hasil pembelajaran siswa tidak hanya dianggap
cukup dengan telah dikuasainya sejumlah materi pembelajaran melalui informasi
yang disampaikan oleh guru. Akan tetapi siswa membutuhkan pengalaman yang lebih konkrit dan manfaat yang
dirasakan dalam kehidupan nyata. Oleh karena
itu perlu proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran nyata seperti
melalui strategi pemodelan (modeling).
Melalui strategi ini dalam kegiatan pembelaran ada sesuatu bentuk, contoh atau
model yang dapat dilihat dan ditiru oleh
siswa. Misalnya ketika
mengajarkan ”takbirotul
ihram” dalam pelajaran solat, maka
pembelajaran akan lebih
efektif jika siswa dapat melihat peragaan bagaimana takbirotul ihram dilakukan, dibandingkan dengan hanya guru menjelaskan secara lisan cara-cara
takbirotul ihram.
6. Reflektion; yaitu membiasakan siswa untuk melakukan perenungan terhadap
apa-apa yang telah dipelajarinya. Refleksi dalam pembelajaran diperlukan untuk mengajak siswa menelaah ulang
terhadap berbagai aktivitas, kejadian selama pembelajaran berlangsung. Selain itu melalui
refleksi siswa dibiasakan untuk mengkaji terhadap hasil yang telah diperoleh baik berkenaan dengan pengetahuan, sikap maupun keterampilan, dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya, termsuk kemungkinan- kemungkinan manfaat
dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Authentic Assesment; yaitu selama
proses pembelajaran belangsung atau saat menjelang pembelajaran berakhir, pada kegiatan inti
pembelajaran, guru melakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesmen) melalui mengidentifikasi data, berupa indikator-indikator yang
menunjukkan perubahan perilaku yang telah dimiliki oleh siswa dari hasil
pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui penilaian yang sebenarnya yang
dilengkapi dengan berbagai data
menyangkut dengan perkembangan siswa, guru maupun siswa dapat memiliki gambaran
yang jelas dan terukur kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki dari pembelajaran yang telah dilakukannya.
Ketujuh strategi kegiatan
pembelajaran di atas, dalam kegiatan
inti pembelajaran harus selalu
mendapat perhatian, jika menggunakan pendekatan konstruktivisme. Tentu saja
strategi yang dilakukan akan berbeda jika dalam pembelajaran menggunakan model,
pendekatan, atau teori yang berbeda. Misalnya
pendekatan proses, Pemecahan masalah, diskusi, maupun
pendekatan- pendekatan pembelajaran lainnya.
Untuk terampil
menarapkan strategi-strategi dari setiap model, teori, dan pendekatan pembelajaran apapun, tidak cukup
hanya dengan dikuasainya teori, atau jenis-jenis strateginya saja. Akan tetapi perlu
proses pembelajaran dan latihan, antara lain yaitu melalui
pendekatan pembelajaran mikro.
F. Kegiatan Pembelajaran Penutup
1.
Pengertian
Menurut Soli Abblimayu, menutup
pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti
pembelajaran. Kegiatan penutup berarti kegiatan mengakhiri pembelajaran akhir.
Akhir pembelajaran jika menggunakan ukuran waktu pembelajaran disekolah ( MI )
satu jam pelajaran sekitar 35 menit. Dengan demikian jika 35 menit dibagi
kedalam 3 tahap kegiatan membuka sekitar 5 menit,kegitan inti 25 menit dan
kegiatan penutup/akhir 5 menit. Adapun jika yang menjadi ukurannya dari segi
kualitas ( tingkat pemahaman siswa ; maka kegiatan penutup pembelajaran
dilakukan setelah diyakini bahwa siswa telah paham terhadap materi yag
dipelajarinya,kemudian ditutup. Dari segimanapun kita melihat ( ukuran waktu jam pelajaran
atau segi kualitas ) , bahwa menutup pelajaran dimasukan untuk mengakhiri
pelajaran dalam suatu unit kegiatan pelajaran. Andai saja “ menutup /
mengakhiri ” dalam pernyataan penutup / mengakhiri pembelajaran dipahami hanya
dari segi bahasa ( etimologis ), tentu menutup pembelajaran dianggap cukup
misalnya hanya dengan menyampaikan kata-kata sbb “ anak-anak pelajaran kita
sudah selesai ,waktunya sudah habis dan kita cukupkan sampai disini, sekian dan
terima kasih ”.
Makna menutup atau mengakhiri
pembelajaran dalam kontek kegiatan menutup pembelajaran, tidak sebatas
serimonial seperti contoh diatas. Dikatakan oleh soli Abimanyu, bahwa dengan
menutup pembelajaran imaksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa
yang telah dipelajari siswa,mengetahui tingkat pencapaian siswa baik
pengetahuan,sikap maupun keterampilan yang terkait dengan materi pembelajaran
yang telah dipelajarinya.
Memperhatikan maksud dari mengakhiri pembelajaran yang
dikemukakan diatas,ternyata kegiatan mengakhiri atau menutup pembelajaran
memiliki makna dan tujuan yang luas dan mendalam , yaitu suatu upaya untuk
memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai materi yang telah dipelajari. Hal
ini kegiatan menutup pembelajaran akan menjadi dianggap semakin
penting,mengingat selama proses pembelajaran berlangsug,pembahasan materi
dilakukan dengan berbagai aktifitas,berbagai pendekatan ,multi metode,dan media
,ilustrasi dan contoh dan mungkin aktivitas yang lain. Mengingat siswa telah
menempuh berbagai aktifitas yang mungkin cukup menguras energi, maka jika tidak
dilakukan kegiatan menutup dengan merumuskan gambaran umum terhadap materi yang
dipelajari ,khawatir siswa tidak mendapatkan simpul-simpul terhadap materi yang
dipelajarinya. Oleh karena kegiatan menutup mempunyai maksud seperti dijelaskan
barusan , maka dalam menutup pembelajaran tidak cukup atau bukan sekedar
menyampaikan kata-kata “ anak-anak pelajaran kita sudah selesai ,sekian dan
trimakasih” seperti dicontohkan diatas
Dengan demikian kegiatan menutup
adalah suatu proses pembelajaran yang isinya membuat atau merumuskan hal-hal
yang dianggap menjadi inti dari setiap materi yang dipelajari siswa. Kegiatan
inti pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengajak para siswa melakukan
pengkajian ulang atau refleksi yang dilakukan , setiap yang terlibat dalam
pembelajaran harus dapat menyimpulkan, apakah sudah berperan sesuai dengan
keharusannya, sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Melalui
kegiatan menutup pembelajaran,selain untuk melihat kembali terhadap apa yang
sudah dilakukan , juga sebagai masukan untuk merumuskan upaya-upaya tindak
lanjut apa yang harus dilakukan kedepan.
2. Unsur-unsur kegiatan menutup
pembelajaran
Kegiatan menutup pembelajaran
merupakan bagian tak terpisahkan dari seluruh proses pembelajaran. Oleh karena
itu dalam menutup pembelajaran, agar memperoleh gambaran menyeluruh tentang
sesuai dengan tujuan dan sasaran dari kegiatan menutup pembelajaran ,maka
terdapat beberapa unsur ,strategi atau bahkan bisa menjadi prinsip,seperti
berikut ini :
ü
Merangkum
ü
Mengajukan
pertanyaan
ü
Menyimpulkan
ü
Memberikan
tugas
ü
Refleksi
ü
Memberikan
tes
Keenam jenis kegiatan diatas adalah
merupakan alternatif dan guru tentu saja dapat mencari atau mengembangkan bentuk
atau jenis kegiatan lainnya yang dapat dilakukan dalam menutup pembelajaran.
Intinya dari setiap jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan menutup
pembelajaran yaitu untuk mengakhiri pembelajaran dengan maksud untuk memberikan
pemahaman yang utuh dan sekaligus mengecek kembali tingkat pemahaman yang telah
dimiliki oleh siswa baik berkenaan dengan aktifitas ,pengetahuan ,sikap maupun
keterampilan terkait dengan proses dan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Dari kegiatan yang dilakukan dalam
menutup pembelajaran,selain dapat berfungsi untuk mengecek tingkat pemahaman
siswa,juga dapat dijadikan sarana umpan balik bagi guru untuk mengetahui
tingkat keberhasilannya dalam membimbing kegiatan belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mc.Laughlin
dan Moulton ( 1975 ) Pembelajaran mikro pada intinya adalah suatu pendekatan
atau model pembelajran untuk melatih penampilan / keterampilan mengajar guru
melalui bagian demi bagian dari setiap keterampilan dasar mengajar tersebut yang
dilakukan secara terkontrol dan berkelanjutan dalam situasi pembelajaran. Dalam
pembelajaran micro terdapat 3 prosedur yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup.
Pembelajaran mikro (micro teaching) memiliki peran yang sangat strategis dalam
mempersiapkan dan membina kemampuan guru sesuai dengan tuntutan profesional.
Sebelum menghadapi proses pembelajaran yang sebenarnya dengan permasalahan
yang komplek, terlebih dahulu dipersiapkan khusus berkenaan dengan
keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasainya. Ketika
keterampilan dasar mengajar telah dikuasainya, maka akan berdampak pula pada
kesiapan dari segi mental yang harus dimiliki pula oleh setiap guru.
Dalam pembelajaran micro terdapat 3
prosedur yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Sebagai seorang pendidik atau calon pendidik maka harus memiliki kemampuan
untuk menciptakan pembelaran yang menyenangkan, sehingga proses pembelajaran
dari awal sampai akhir bisa berjalan seseuai dengan perencenaan pembelajaran
dan tujuan pembelajaran bisa tercapai.
pendekatan micro teaching sebagai sarana berlatih mengajar, setiap unsur
pembelajaran tersebut disederhanakan. Bentuk penyederhanaan tersebut misalnya,
waktu pembelajaran yang normal antara 33 s.d 40 menit menjadi 10 s.d 15 menit,
jumlah siswa dalam kondisi sebenarnya berhadapan dengan sejumlah 25 s.d 30
orang dibatasi menjadi 5 s.d 10 orang siswa, keterampilan dasar mengajar
yang bermacam-macam itu dalam latihan hanya difokuskan kepada keterampilan
tertentu saja, misalnya keterampilan membuka dan menutup pembelajaran,
atau memfokuskan pada keterampilan menggunakan metoda dan media
tertentu saja, terserah Anda unsur mana yang akan dilatihkan.
B.
Saran
sebagai
calon pendidik sebaiknya kita mempersiapkan diri untuk menciptakan pembelajaran
yang menarik ,sehingga
nantinya ketika kita sudah menjadi pendidik dan terjun langsung dalam mendidik
anak didik, kita sudah siap ketika kita melakukan pembelajaran yang
dapat merangsang peserta didik untuk belajar secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ruhimat,Toto. 2015. Posedur Pembelajaran. Bandung :
Universitas Pendiidkan indonesia
Sukirman, Dadang. 2012. Pembelajaran Micro Teaching. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar